Pajak Marketplace (e-Commerce)

Author: Michael Tan

Source reference: www.kemenkeu.go.id

 

Definisi perdagangan secara elektronik atau dikenal dengan electronic commerce (e-commerce) adalah segala bentuk transaksi bisnis yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Namun, seiring perkembangan waktu, definisi e-commerce menjadi meluas. Saat ini, e-commerce diartikan tidak hanya penjualan dan pembelian melalui internet semata tetapi juga mencakup pelayanan pelanggan online dan pertukaran dokumen bisnis.

 

DJP telah memetakan empat model transaksi e-commerce:

  • Online Marketplace
  • Classified Ads
  • Daily Deals
  • Online Retail

 

 

Online Marketplace

 

Online Marketplace adalah kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa toko internet sebagai Online Marketplace Merchant untuk menjual barang dan/atau jasa. Dalam model transaksi ini, ada imbalan, dalam bentuk rent fee atau registration fee, atas jasa penyediaan tempat dan/atau waktu memajang iklan barang dan/atau jasa dan melakukan penjualan di toko internet melalui mall internet. Selain itu, ada sejumlah uang yang dibayarkan oleh Online Marketplace Merchant ke penyelenggara Online Marketplace sebagai komisi atas jasa perantara pembayaran atas penjualan barang dan/atau jasa.

i.e:

  • Lazada
  • Tokopedia
  • Shoppe
  • etc

 

Classified Ads

 

Model transaksi e-commerce Classified Ads adalah kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang iklan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pengiklan melalui situs yang disediakan oleh Penyelenggara Classified Ads. Kemudian pengiklan membayar sejumlah uang sebagai transaction fee kepada penyelenggara Classified Ads yang merupakan objek PPh dan PPN.

i.e.:

  • Google ads (SEO – Search Engine optimazion)
  • Instagram/facebook ads
  • Youtube ads
  • etc

 

Daily Deals

 

Model ketiga yaitu Daily Deals mirip dengan Online Marketplace namun alat pembayaran yang digunakan berupa voucher.

 

Online Retail

 

Model terakhir adalah Online Retail dimana kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan secara langsung oleh penyelenggara Online Retail kepada pembeli di situs Online Retail.

i.e.:

  • Lazada mall
  • Shopee mall
  • Zara.com
  • Zalora.com
  • etc

 

Dalam keempat model transaksi e-commerce ini, ada pembayaran imbalan atau penghasilan karena jual-beli barang/atau jasa yang merupakan objek pajak Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dikenakan pajak menurut aturan perpajakan yang berlaku.

 

Namun, transaksi e-commerce seringkali tidak sederhana seperti pada model yang disebutkan tadi. Setidaknya, akan terjadi kondisi dimana transaksi e-commerce akan sulit dikenakan pajaknya. Kondisi pertama adalah transaksi melalui e-commerce mampu menembus batas geografis antar negara (borderless). Kedua, bentuk barang atau jasa yang diperjualbelikan dapat berformat digital seperti piranti lunak komputer, musik, majalah atau lainnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa transaksi fisik tidak diperlukan lagi dan digantikan dengan perpindahan bentuk digital saja. Ketiga, transaksi e-commerce terjadi begitu cepat di seluruh dunia dalam waktu singkat. Untuk itulah, tantangan sebenarnya dalam mengenakan pajak transaksi e-commerce adalah bagaimana membuat aturan khusus yang mampu menangkap potensi pajak atas transaksi e-commerce dengan kondisi-kondisi tadi.

 

Karena transaksi e-commerce tidak mengenal batas negara, tidak ada bentuk fisik yang dijual belikan dan tidak ada persyaratan khusus, maka pengenaan PPh dan PPN dalam transaksi e-commerce harus memperhatikan beberapa hal penting.

1.Bagaimana menentukan keberadaan perusahaan e-commerce

Karena seringkali perusahaan tersebut secara fisik tidak nyata namun dapat menjalankan aktifitasnya di Indonesia. Amerika Serikat (AS) pernah menghapuskan pajak e-commerce ini karena kesulitan mendefiniskan keberadaan lokasi perusahaan e-commerce. Namun, karena transaksi online meningkat tajam, hingga mencapai jutaan dollar AS, maka pemerintah AS terpaksa mengenakan pajak atas transaksi e-commerce atau dikenal dengan streamlined sales tax project walaupun bertentangan dengan prinsip kehadiran fisik perusahaan.

 

2.Negara mana yang berhak mempajaki transaksi e-commerce

Hak pemajakan suatu negara hanya mencakup batas-batas nasional yang diatur dalam peraturan negara tersebut. Namun, dalam transaksi e-commerce, dapat saja menggunakan satelit atau server di wilayah yang bukan yuridiksinya. Pembatasan waktu atau time test bagi wajib pajak luar negeri sebanyak 183 hari tampaknya tidak mempengaruhi sulitnya menentukan hak pemajakan e-commerce. Karena, pembatasan 183 hari tersebut menjadi tidak pas apabila ukurannya menggunakan kuantitas akses internet.

 

3.Definisi objek pajak

Dalam empat model transaksi yang disebutkan sebelumnya – semuanya jelas, ada barang dan/atau jasa yang dijual belikan dan ada perpindahan barang dan/atau jasa tersebut dari penjual ke pembeli. Nah, seringkali dalam kenyataanya semua transaksi e-commerce terjadi dalam dunia maya dan tidak diketahui secara jelas apa yang menjadi objek pajaknya. Penghasilan dapat saja dikategorikan sebagai hasil penjualan, royalti, hasil pembayaran bantuan teknis, deviden atau bunga. Tentunya, pengkategorian objek pajak ini sangat tergantung dari keberadaan Bentuk Usaha Tetap (BUT) perusahaan e-commerce tersebut. Apakah menjadi pendapatan BUT atau menjadi pajak pertambahan nilai saja, yang kesemuanya harus pastikan terlebih dahulu. Yang harus segera dilakukan oleh DJP adalah menambahkan definisi BUT dalam amandemen UU PPh – yang sedang disusun kajian akademiknya- agar mencakup definisi perusahaan e-commerce atau Internet Service Provider (ISP). Sehingga, tidak ada (lagi) transaksi e-commerce yang luput pengenaan pajaknya.

Share this post